Selasa, 03 Juni 2014

Sejarah Kota Ponorogo

                                                                                      


SEJARAH PONOROGO

•  BATHORO KATONG MENDIRIKAN KADIPATEN
Menurut Babad Ponorogo (Purwowidjoyo;1997), setelah Raden Katong sampai di wilayah Wengker, lalu memilih tempat yang memenuhi syarat untuk pemukiman ( yaitu di dusun Plampitan Kelurahan Setono Kecamatan Jenangan sekarang). Melalui situasi dan kondisi yang penuh dengan hambatan, tantangan, yang datang silih berganti, Raden Katong, Selo Aji, dan Ki Ageng Mirah beserta pengikutnya terus berupaya mendirikan pemukiman. Sekitar 1482 M eng konsulidasi wilayah mulai di lakukan.
Tahun 1482 – 1486 M, untuk mencapai tujuan menegakkan perjuangan dengan menyusun kekuatan, sedikit demi sedikit kesulitan tersebut dapat teratasi, pendekatan kekeluargaan dengan Ki Ageng Kutu dan seluruh pendukungnya ketika itu mulai membuahkan hasil.Dengan persiapan dalam rangka merintis mendirikan kadipaten didukung semua pihak, Bathoro Katong (Raden Katong) dapat mendirikan Kadipaten Ponorogo pada akhir abad XV, dan ia menjadi adipati yang pertama.

•  SEJARAH BERDIRINYA
Kadipaten Ponorogo berdiri pada tanggal 11 Agustus 1496 Masehi, tanggal inilah yang kemudian di tetapkan sebagai hari jadi kota Ponorogo. Penetapan tanggal ini merupakan kajian mendalam atas dasar bukti peninggalan benda-benda purbakala di daerah Ponorogo dan sekitarnya, juga mengacu pada buku Hand book of Oriental History, sehingga dapat ditemukan hari wisuda Bathoro Katong sebagai Adipati Kadipaten Ponorogo. Bathoro Katong adalah pendiri Kadipaten Ponorogo yang selanjutnya berkembang menjadi Kabupaten Ponorogo.
•  ASAL – USUL NAMA PONOROGO
Mengutip buku Babad Ponorogo karya Poerwowidjojo (1997). Diceritakan, bahwa asal-usul nama Ponorogo bermula dari kesepakatan dalam musyawarah bersama Raden Bathoro Katong, Kyai Mirah, Selo Aji dan Joyodipo pada hari Jum'at saat bulan purnama, bertempat di tanah lapang dekat sebuah gumuk (wilayah katongan sekarang). Didalam musyawarah tersebut di sepakati bahwa kota yang akan didirikan dinamakan “Pramana Raga”yang akhirnya lama-kelamaan berubah menjadi Ponorogo.
Pramana Raga terdiri dari dua kata: Pramana yang berarti daya kekuatan, rahasia hidup, permono, wadi sedangkan Raga berarti badan,j asmani. Kedua kata tersebut dapat ditafsirkan bahwa dibalik badan, wadak manusia tersimpan suatu rahasia hidup(wadi) berupa olah batin yang mantap dan mapan berkaitan dengan pengendalian sifat-sifat amarah, aluwamah, shufiah dan muthmainah. Manusia yang memiliki kemampuan olah batin yang mantap dan mapan akan mnempatkan diri dimanapun dan kapanpun berada.

Monggo Dipun Waos......

Masjid Agung Ponorogo


Masjid Agung Ponorogo adalah masjid yang terletak di jalan Aloon-aloon barat Kabupaten PonorogoMasjid ini didirikan pada tahun 1858 didirikan oleh Raden Mas Adipati Aryo Tjokronegoro. Pada bangunan masjid depan terdapat 9 kubah kecil berwarna hijau, yang menandakan 9 wali yang menyebarkan ajaranIslam di Pulau Jawa. Sepanjang jalan antara menara dan masjid terdapat deretan pohon sawo yang merupakan ciri khas bangunan Islam di Ponorogo.


Sejarah

Sebelum didirikan masjid, di tempat ini berdiri musholla tempat bersembunyinya Ki Gelendung yang bernama nama asli Abdur Rahman. Ia merupakan ulama diPonorogo yang dikejar oleh Belanda dan bersembunyi di sini. Pada saat adipati Tjokronegoro menjabat dibuatlah masjid agung yang terbuat dari tiang-tiang kayu jati.

Masjid agung terdiri dari 2 bangunan utama. Bangunan pertama merupakan bangunan asli peninggalan Tjokronegoro dengan 16 tiang kayu jati. Tiang kayu jati terbuat dari 1 pohon jati besar, yang dikerjakan oleh tukang kayu dari kerajaan Solo. Pada saat pembuataanya tukang kayu harus dalam keadaan suci. Tempat pembuatan tiang jati berada di Ngebel daerah Suko. Konon proses pembuatan tiang tidak menggunakan alat berat tapi dengan membacakan puji-pujian kepada Allah.
Bangunan ke 2, lantainya sudah dari keramik, dan mengalami pemugaran 3 kali. Pemugaran pertama oleh Bupati Soemadi pada tahun 1975. Lalu dipugar lagi tahun 1984 oleh Bupati Soebarkah. Bupati Markum Singodimedjo mendirikan menara pada tahun 1995 yang menghabiskan dana sebanyak 125 juta.

Monggo Dipun Waos......

Tanah Goyang Pudak Ponorogo

Selain Reog, ternyata Ponorogo juga memiliki alam yang indah dan hijau di daerah Pudak. Di sini ada destinasi wisata alam berjuluk Tanah Goyang yang unik. Cocok untuk liburan akhir pekan!

Ponorogo, adalah sebuah kabupaten yang terletak di Provinsi Jawa Timur. Siapa sangka, Ponorogo ternyata mempunyai alam yang begitu indah di ujung timurnya.

Di Desa Pudak Wetan, Kecamatan Pudak, Kabupaten Ponorogo ada tanah lapang yang dikelilingi hutan pinus yang dijuluki sebagai Tanah Goyang. Karena, jika diinjak tanah ini dapat bergoyang-goyang seperti jeli.

Monggo Dipun Waos......

Jenang Khas Ponorogo

Ini salah satunya oleh oleh Khas dari Ponorogo yaitu "Jenang"
Merk jenang yang paling Melegenda di Ponorogo ya "Jenang Mirah" . Di Jamin TOP BGT dah


Monggo Dipun Waos......

Dawet Jabung Ponorogo



Es dhawet Jabung ini adalah kuliner asli Ponorogo, tepatnya di desa Jabung. Letaknya sekitar 7Km selatan kota, antara Jeruk Sing – Jetis, lebih dek dengan Pondok Modern Darussalam, Gontor, Ponorogo. Yang menarik dari es dhawet Jabung ini adalah rasanya yang khas banget, perpaduan antara es seger, gula jawa yang manisnya sesuatu, santan yang segar, tape ketan dan cendol yang kental dan harum, makin menjadikan hidup anda lebih bergairah. Setidaknya itu yang terjadi pada saya.
Memang agak berlebihan menuliskan judul artikel kalau es dhawet satu ini yang paling enak sedunia, tapi bagi saya itu sangat wajar, mengingat rasanya yang ngangeni, dan terus terang, saat saya nulis artikel ini disiang ini, manik-manik saya naik turun, tandanya pengin ngerasain kembali es dhawet jabung.

Dalam pembuatannya, es ini dawetnya sendiri terbuat dari tepung aren yang kemudian dibentuk seperti lazimnya bentuk dawet kebanyakan. Kuah dawetnya terdiri dari santan kelapa muda yang ditambah dengan gula aren atau gula jawa dan sedikit garam. Untuk memperkaya rasa, maka biasanya ditambahkan tape ketan dan irisan buah nangka. Semuanya dimasukkan salam satu mangkok kecil dan ditambah dengan es batu. Dawet jabung mempunyai rasa yang amat khas dan cara penyajian yang unik, bahkan tak ada duanya diIndonesia. Harganya pun juga murah.

Monggo Dipun Waos......

Sate Gule Kambing Khas Ponorogo


Selain Reog, Ponorogo adalah syurganya kuliner, ada pecel, sate ayam khas Ponorogo, sate dan gulai kambing, dawet Jabung, serta Jenang dodol.
Meski di lain tempat banyak jenis makanan yang mirip namun tiap daerah mempunyai ciri khas sendiri, begitu juga ‘Gulai dan Sate Kambing’ yang penulis haturkan ini.
13375717371243503974
Sate kambing yang telah dilepas tusuknya
Ke-khasan itu terletak pada bumbu dan cara memasaknya, orang Ponorogo cenderung menyukai rasa gurih, beda dengan sate daerah lain yang cenderung manis.
Namun begitu di Ponorogo sendiri ada 5-6 macam jenis gulai dan sate kambing tersebut, yang dicirikan dengan keluarga penjulanya, misal sate gule Pak Ni, sate gule Bu Sono, sate gule Pak Di, dan sate gule lainnya. Yang masing-masing group penjual mempunya rasa dan pelanggan sendiri-sendiri.
13375718401524558572
Sate kambing dengan tusuk
Ada berbagai permintaan dari pembeli, untuk memudahkan memakannya mulai tusuk yang dilepas, maupun yang masih dengan tusuk, tinggal selera. Rata-rata seporsi gulai kambing dihargai 6 ribu, dan sepuluh tusuk [sejinah; orang Ponorogo menyebutnya] seharga 7-8 ribu, ditambah minum es teh atau es jeruk seharga 2 ribuan, jadi satu porsi komplit 15 ribu. Harga yang tidak terlalu mahal tentunya dibanding dengan rasa.
13375719171088892335
Gule kambing dan sate kambing, satu pasangan
Ada beberapa jenis daging sate kambing, daging kapur, daging jerohan, hati, daging kepala, kikil, serta sunsum. Tapi untuk yang lunak daging bisa saja terutama buat ndulang [makan] si kecil. Kalau otak biasanya dimasak ditaruh di daun pisang lalu di masukkan didalam kuah gulai. Otak dihargai 5 ribu perbungkus.
13375720321201016742
Rombong dan pikulan, khas sate kambing Ponorogo-an
Ke khasan sate gulai Ponorogo adalah pada rombong yang dibuat naruh kuwali serta sate, berbentu pikulan melengkung, mungkin sejarahnya dulu buat jualan kelilingan, meski pikulan melengkung itu mustahil untuk memikulnya.
Sehari tiap warung bisa menghabiskan 2-3 kambing, dan warung-warung ini melayani hajatan terutama Aqiqohan dengan tarih biasaya antara 1 juta sampai 1,4 juta-an untuk satu ekor kambil yang sudah poel [dewasa, sudah tanggal giginya], dan situan rumah tinggal menyediakan nasi dan perangkat piring dan sendok, sate dan gule akan dikirim di rumah pemesan.
Ada pula orang yang punya hajat menyerahkan kambing, si pemasak yang menyediakan bumbu serta memasaknya dengan ongkos 400-500 ribuan.
Menjelang hari raya Idul fitri bisa sampai 5-8 kambing per hari, karena pendatang dari luar kota serta orang yang mudik kangen dengan sate gule kambing khas Ponorogo ini

Monggo Dipun Waos......

Asal Usul Telaga Ngebel


Dahulu kala waktu Ki Ageng Mangir merantau ke Jawa Timur sampai di Daerah Kabupaten Ngrowo yang akhirnya menjadi Tulungagung sedang Istrinya bernama Roro Kijang yang ikut serta merantau, pada hari waktu Roro Kijang hendak makan sirih, dicarinya pisau untuk membelah pinang namun tak dapat menemukan, akhirnya minta pisau kepada Suaminya oleh Suaminya diberi Pisau Pusaka Seking, dengan berpesan kepada Istrinya :
- Agar lekas dikembalikan
- Jangan sekali pisau itu ditaruh dipangkuannya.
Pisau Pusaka Seking diterima dan terus dipergunakan untuk membelah pinang, sambil makan sirih ia duduk – duduk, dengan enak ia menikmati rasa daun sirih dan Pinangnya. Kemudian lupa pesan Suaminya dan pisau pusaka itu ditaruh diatas pangkuannya, tetapi apa yang terjadi ia amat terkejut dan heran karena pisau diatas pangkuannya seketika itu hilang musnah dicari kesana kemari tidak ada.
Dengan ratap dan tangis ia menceritakan apa yang terjadi dan yang telah dialami kepada Ki Ageng Mangir. Suaminya menerima kejadian itu dengan sabar hati, karena hal itu sudah menjadi kehendak Tuhan dan untuk menebus kesalahannya ini Roro Kijang harus bertapa di tengah – tengah Rawa.
Roro Kijang menerima segala kesalahan yang dilimpahkan kepadanya dan dengan rasa sedih hati ia melaksanakan perintah Suaminya bertapa di tengah Rawa sedang Ki Ageng Mangir lalu kembali bertapa di kaki Gunung Wilis sebelah barat.
Diceritakan bahwa Roro Kijang perutnya makin hari semakin bertambah besar seperti orang bunting, tepatnya waktu itu ia melahirkan tetapi apa yang terjadi, ia tidak melahirkan seorang anak manusia melainkan seekor ular,

sekalipun ular tetapi tidak sembarang ular ia ular yang Ajaib kulitnya bercahaya berkilauan seperti emas kepalanya seperti Mahkota.
Roro Kijang terkejut dan sangat takut serta merasa malu untung tak ada rang mengetahuinya. Roro Kijang lalu mengambil sebuah Kelinting yang libawanya lalu dipasang pada leher si Ular kemudian di tutup dengan empayan setelah itu Roro Kijang pindah bertapa dilain tempat.
Bayi Ular semakin lama semain besar sehingga tempayan tempat ia terkurung makin lama makin sesak lama kelamaan tempayannya pecah dan alar dapat keluar.
Diluar ular makin lama bertambah semakin besar dan kuat kulitnya kena sinar Matahari semakin terang dan bercahaya gemerlapan.
Ia menjalar kesana kemari sambil menggerak – gerakan kepalanya sehingga kelenting dileherya berbunyi : klinting – klinting, karena ia merasa hidup sendirian maka timbulah pertanyaan dalam hatinya, siapakah yang melahirkan mereka / dirinya dan siapakah kedua Orang tuanya. Akhirnta timbulah niat untuk mencari kedua Orang tuanya dan dilihatnya dari jauh ada seorang sedang bertapa. Yang akhimya orang pertapa tadi adalah ibunya yaitu Roro Kijang, yang selanjutnya memberi nama kepada anaknya dengan nama Baru Klinting.
Atas pesan dan saran Ibunya yaitu Roro Kijang. Baru Klinting disuruh nenyusul / mencari orang tuanya yang sedang bertapa digunung Wilis, Baru klinting lalu berjalan menuju ke gunung Wilis karena yang dituju jauh dan sudah payah lalu ia berhenti. Bekas tempat istirahat akhirnya menjadi desa yang bernama Desa Baru Klinting masuk Kabupaten Tulungagung. Ki Ageng Mangir setelah bertapa di Gunung Wilis ia berubah nama menjadi Ajar Solokantoro, ketika ia sedang bertapa datanglah Baru Klinting dihadapan-nya. sebagai seorang pertapa yang telah tinggi Ilmunya, ia telah dapat mengetahui apa yang telah terjadi, terutama rentetan dengan peristiwa hilangnya pisau pusaka Seking dahulu.
Sedatangan Baru Klinting mengutarakan maksudnya sesuai petunjuk bunya Roro Kijang bahwa yang pertapa di sini adalah Ayahnya dan Ajar Solokantoro mau mengaku sebagai ayahnya, tetapi sebelumnya harus menurut perintahnya dahulu yaitu : Lingkarilah Gunung Wilis ini dari ujung ekor sampai kepalamu cukup panjang untuk melingkari Gunung Wilis ini maka akan diterima sebagai anaknya.
Dengan ridho Tuhan Yang Maha Kuasa maka Baru Klinting dapat melingkari kaki Gunung, ekor didepan sang pertapa dan kepala sampai menyentuh ekor tetapi tinggal sepanjang jari saja. Untuk mencapai Ekornya maka dengan seijinnya Baru Klinting mengeluarkan lidahnya dengan sepanjang-panjangnya sampai ke Ujung ekor, setelah lidah Baru Klinting dijulurkan sampai ke ekor maka pertapa lalu mencabut pisau, lidah Baru Klinting lalu di potong seketika itu juga putuslah lidah Baru Klinting yang sebelah dan lidah yang sebelah masih menyambung ekor sedang baru kliting sendiri kesakitan. Dengan menahan sakit maka marahlah Baru Klinting ditariknya ekor dan mengagah mulutnya akan menelan sang Ayah, tetapi setelah diberi pengertian bahwa apabila ingin menjadi manusia agar jangan mempunyai lidah bercabang dua jadi harus dipotong yang satunya, atas saran sang Ayah maka ditelanlah potongan lidah yang satu tetapi harus dikeluarkan lagi dan jangan dikeluarkan melalui mulut.
Lidah dikeluarkan melalui telinga tetapi keluarlah sebuah pusaka yang disebut Tobak Baru Klinting yang kelak sangat bermanfaat untuk Baru Klinting.
Atas petunjuk Sang Ayah maka Baru Klinting meneruskan bertapa sampai berpuluh tahun didalam hutan. Lama-kelamaan badannya tertimbun oleh daun dan tanah sehingga sebagian badan yang tidak terpendam kelihatan seperti batang kayu, bagian kepala saja yang dapat kelihatan terang muncul disuatu desa yang dinamakan desa “Sirah Naga” termasuk Kecamatan Millir Kabupaten Madiun.
Pada suatu hari didesa Ngebel dilereng Gunung Wilis akan mengadakan Bersih desa pelaksanaannya dipusatkan dirumah Kepala Desa segala biaya dipikul oleh Rakyat dalam desa untuk menghemat biaya semua warga desa laki-laki supaya masuk hutan mencari binatang buruan baik Kijang, Rusa ataupun yang lainnya untuk lauk pauk dalam pesta Rakyat nanti.

Pada pagi harinya orang desa yang laki-laki berduyun-duyun masuk ke hutan dan mereka membawa parang, kapak sabit dan, keranjang dan tali, tapi nasib sedang sial padanya hampir seharian tak seekorpun dapat 1 buruannya, semua lelah dan payah, oleh Pimpinannya diperintahkan untuk berhenti di tempat masing-masing sambil menunggu kalau ada buruan yang terlihat. Diantara sekian banyak ada seorang yang duduk sambil
mengayunkan kapaknya ke batang kayu, anehnya kayu itu mengeluarkan darah, ia amat terkejut sambil berteriak. Karena batang kayu itu mengeluarkan darah maka yang lainpun mencoba mengiris batang kayu tapi keluar darah yang banyak.
Semua riang gembira. Mereka beramai-ramai membawa pulang hasil buruan dan dimasak bersama-sama dirumah Kepala Desa. Sehari semalam di dopo Kepala Desa diadakan keramaian, semua Rakyat didesa laki-laki dan perempuan, tua muda datang melihatnya Orang tua didalam Rumah dan anak-anak di halaman rumah. Sewaktu anak-anak sedang bermain di luar rumah, datanglah seorang anak compang-camping Pakaiannya dan banyak luka di badannya, dimana anak itu datang mendekati anak-anak tapi anak-anak itu malah menjauh.
Ia merasa muak melihat anak itu datang merasa dihina oleh kawan-kawannya, maka ia lalu pergi ke Dapur minta nasi, semua orang benci melihatnya dan tak ada seorangpun mau memberi nasi. Kemudian datang seorang nenek tua yang memberi nasi sebungkus penuh dengan pindang ing sate nasi diterima terus saja dimakan sebentar saja habis. Perutnya yang dan badannya menjadi kuat, aneh bin Ajaib semua luka-luka di badannya hilang dan bentuk badannya menjadi baik seperti anak-anak di desa itu.
Ia mendekati nenek tua itu yang telah memberi nasi tadi dan berpesan kepada nenek tadi apabila ada apa-apa agar nenek tadi membawa entong (ciduk nasi) dan lekas saja naik lesung, lalu ia meninggalkan nenek itu dan berkumpul dengan anak-anak desa.
Dengan membawa sebuah sapu lidi ia masuk kelingkaran tempat anak-anak bermain seraya menantang kepada anak-anak desa itu, bahwa siapa yang bisa mencabut lidi yang baru ditancapkan ditanah akan diberi hadiah sebungkus nasi penuh dengan daging. Semua anak datang mencobanya tetapi tak berhasil malahan orang tuapun datang ingin mencobanya men­cabut lidi tetapi juga tidak ada yang berhasil. Dengan berpesan kepada orang desa itu bahwa orang kikir itu tidak baik dan tidak mendapat berkah dari Tuhan Yang Maha Kuasa dan jangan berlagak sombong dan suka menghina orang lain. Akhirnya anak kecil itu dengan perlahan-lahan mencabut lidi yang tertancap tadi dengan mudahnya seolah-olah timbul sebuah mata air yang besar dan menggenangi halaman dan pekarangan kepala desa.
Oleh karena derasnya air maka anak-anak dan Orang tua jatuh tenggelam semua orang mati dan segala Bangunan roboh terapung- apung sebentar saja desa itu tenggelam dan menjadi Danau yang selanjutnya dinamakan ” danau Ngebel “.
Hanya dua Orang yang selamat yaitu nenek tua dan anak kecil tadi dimana setelah mengetahui ada air datang ia langsung naik lesung sebagai perahunya dan Entong sebagai alat pendayung. Nenek tua bersama anak kecil tadi menjalankan perahunya ketepi danau lalu mendarat. Tempat mendarat ini ditepi pasar Ngebel nenek tua tadi tinggal dan menetap disitu sampai ajalnya dan dimakamkan ditengah-tengah Pasar Ngebel. Akhirnya nenek tua itu disebut “Nyai Latung” dan telaga tadi disebut dengan sebutan ” Telaga Ngebel".

Monggo Dipun Waos......

Sate Ayam Pak Tukri Sobikun Ponorogo



Kalo mau sate ini datang ke PONOROGO .
Di jamin rasanya YAHUUTTT,,
Buktinya ni pak SBY, Ahmad Dani dan Uya kuya mampir



Monggo Dipun Waos......

Legenda Kisah Cinta Joko Lancur dan Mirah Putri Ayu


Pada zaman dahulu di Desa Golan hiduplah seoarang tokoh terkenal yang memiliki kesaktian yang tinggi serta gagah berani sehingga disegani oleh masyarakat sekitar. Orang itu bernama Ki Honggolono. Karena kebijaksanaan dan kelebihan-kelebihan yang dimiliki Ki Honggolono, beliau diangkat menjadi Palang atau kepala desa dan mendapat sebutan Ki Bayu Kusuma. Ki Honggolono memiliki adik sepupu yang bernama Ki Honggojoyo yang lebih dikenal dengan sebutan Ki Ageng Mirah. Ki Honggolono memiliki seorang putra yang tampan dan gagah perkasa yang bernama Joko Lancur. Joko Lancur adalah pemuda tampan yang mempunyai hobi menyabung ayam dan mabuk-mabukan. Sedangkan Ki Ageng Mirah mempunyai putri yang sangat cantik yang bernama Mirah Putri Ayu. Mirah Putri Ayu menjadi bunga desa dan mendapat julukan Mirah Kencono Wungu.
Joko Lancur memiliki kegemaran menyabung ayam, kemanapun ia pergi tak pernah pisah dari ayam jago kesayangannya. Pada suatu hari ketika akan menyabung ayam, Joko Lancur melewati Mirah. Ditempat itulah ayam kesayangannya lepas. Maka gundahlah hatinya Karena peristiwa itu. Berbagai cara dilakukannya untuk menangkap ayam itu namun tidak berhasil. Sampai akhirnya ayam tersebut masuk ke ruang dapur Ki Ageng Mirah. Mirah Putri Ayu yang sedang membatik di dapur sangatlah terkejut melihat ada seekor ayam jantan yang masuk ke dalam rumahnya. Mirah Putri Ayu berhasil menangkap ayam tersebut, dan sangatlah senang hatinya karena ternyata ayam tersebut sangatlah jinak.
Tak lama kemudian masuklah Joko Lancur yang mencari ayamnya, alangkah kagetnya Joko Lancur melihat ayam kesayangannya berada dalam pelukan perawan jelita yang belum dikenalnya. Joko Lancur tidak segera meminta ayam kesayangannya, namun terpesona kecantikan Mirah Putri Ayu. Sebaliknya Mirah Putri Ayu juga sangat mengagumi ketampanan Joko Lancur. Keduanya saling curi pandang, berkenalan hingga menaruh suka diantara mereka. Joko Lancur tidak mengetahui jika ternyata pamannya Ki Ageng Mirah memiliki putri yang sangat cantik dikarenakan Mirah Putri Ayu merupakan gadis pingitan yang tidak boleh bergaul dengan sembarang orang. Ditengah keasyikan obrolan mereka, tiba-tiba Ki Ageng Mirah masuk kedapur dan menemukan Joko Lancur sedang berdua dengan putrinya. Ki Ageng Mirah marah kepada Joko Lancur karena dianggap tidak memiliki tata karma serta tidak memiliki sopan santun karna telah berani masuk kerumah orang lain tanpa meminta ijin pemilik rumahi terlebih dahulu. Joko Lancur menjelaskan apa yang terjadi sebenarnya, namun Ki Ageng Mirah tidak mau peduli penjelasan Joko Lancur. Akhirnya Joko Lancur diusir dan disuruh segera meninggalkan rumah Ki Ageng Mirah. Joko Lancur segera pulang dengan perasaan malu dan cemas, namun dibenaknya selalu teringat akan kecantikan Mirah Putri Ayu.
Waktu terus berjalan, Joko Lancur tidak seperti biasanya yang selalu pergi dengan ayam kesayangannya, namun Joko Lancur lebih sering mengurung diri dalam kamar, sering melamun,menyendiri, sering tidak makan dan tidak tidur karena memikirkan Mirah Putri Ayu. Keadaan ini akhirnya diketahui ayahnya Ki Honggolono. Setelah ditanya, Joko Lancur menyampaikan kepada ayahnya jika dirinya sedang jatuh hati pada Mirah Putri Ayu. Karena Joko Lancur merupakan anak semata wayangnya, Ki Honggolono segera menuruti keinginan putranya untuk melamarkan Mirah Putri Ayu.
Berangkatlah Ki Honggolono menuju rumah Ki Ageng Mirah untuk melamar Mirah Putri Ayu. Kedatangan Ki Honggolono disambut dengan muka ceria oleh Ki Ageng Mirah, meskipun dalam benak Ki Ageng Mirah tidak sudi memiliki calon mantu seorang penjudi sabung ayam. Ki Ageng Mirah berupaya menolak lamaran tersebut dengan cara yang halus agar tidak menusuk perasaan keluarga Ki Honggolono, maka diterimalah lamaran tersebut dengan beberapa syarat diluar kemampuan manusia. Syarat yang diajukan Ki Ageng Mirah adalah supaya dibuatkan bendungan sungai untuk mengairi sawah-sawah di Mirah serta serahan berupa padi satu lumbung yang tidak boleh diantar oleh siapapun, dalam arti lumbung tersebut berjalan sendiri. Syarat tersebut disanggupi oleh Ki Honggolono.
Dengan kesanggupan Ki Honggolono untuk memenuhi persyaratan tersebut, Ki Ageng Mirah merasa khawatir dan berusaha menggagalkan pembuatan bendungan dan pengumpulan padi yang dilakukan Ki Honggolono. Sementara itu Ki Honggolono dengan bantuan murid-muridnya bekerja keras untuk membuat bendungan dan mengumpulkan padi. Berkat kerja kerasnya dalam waktu yang singkat syarat yang diajukan Ki Ageng Mirah mendekati keberhasilan. Dengan melihat apa yang dilakukan Ki Honggolono, Ki Ageng Mirah menemukan strategi untuk menggagalkan apa yang dilakukan Ki Honggolono. Ki Ageng Mirah meminta bantuan Genderuwo untuk mengganggu pembuatan bendungan serta mencuri padi-padi yang sudah dikumpulkan.
Apa yang dilakukan Ki Ageng Mirah diketahui oleh Ki Honggolono. Ki Honggolono tidak mau lagi mengisi lumbung dengan padi, tetapi diganti dengan damen (jerami) dan titen (kulit kedelai). Dengan kesaktian yang dimiliki Ki honggolono, damen dan titen tersebut disabda menjadi padi. Mengetahui isi lumbung bujan padi, genderuwo utusan Ki ageng Mirah beralih mengganggu pembuatan bendungan dengan menjebol bendungan yang belum selesai dibuat. Namun ternyata hal tersebut juga diketahui oleh Ki Honggolono. Ki Hongggolono kemudian meminta bantuan kepada buaya yang jumlahnyaa ribuan untuk menangkap genderuwo ketika mengganggu pembuatan bendungan. Akhirnya genderuwo dapat dikalahkan dan pembuatan bendungan berjalan lancar.
Semua persyaratan sudah lengkap, Ki Honggolono menyabda lumbung padi untuk berangkat sendiri, diikuti oleh rombongan mempelai laki-laki. Awal kedatangan rombongan mempelai laki-laki disambut baik oleh Ki Ageng Mirah. Namun Ki Ageng Mirah juga bukan orang biasa, dengan kesaktiannya Ki Ageng Mirah tahu apa isi sebenarnya lumbung padi yang dibawa mempelai laki-laki. Dihadapan para tamu yang hadir Ki Ageng  Mirah menyabda lumbung tersebut dan seketika berubahlah padi dalam lumbung menjadi damen dan titen.
Dengan peristiwa tersebut terjadilah adu lidah dan berlanjut adu fisik antara Ki Honggolono dan Ki Ageng Mirah. Ketika terjadi percekcokan, Joko lancur mencari mirah Putri Ayu, keduanya tahu apa yang terjadi diantara kedua ayahnya sehingga mereka memutuskan untuk bunuh diri bersama. Masih bersamaan terjadinya peperangan, bendungan yang dibuat Ki Honggolono ambrol dan terjadilah banjir bandang yang menewaskan banyak orang.
Usai peperangan Ki Honggolono berhari-hari mencari putra kesayangannya, Joko Lancur. Tetapi ternyata ketika ditemukan putranya sudah tewas bersama kekasih dan ayam kesayangannya. Jasad Joko Lancur kemudian dimakamkan bersama ayam jagonya dan makam tersebut diberi nama Kuburan Setono Wungu.
Dari peristiwa yang telah usai, dihadapan para muridnya Ki Honggolono besabda : “Wong Golan lan wong Mirah ora oleh jejodhoan. Kaping pindo,isi-isine ndonyo soko Golan kang ujude kayu, watu, banyu lan sapanunggalane ora bisa digowo menyang Mirah. Kaping telu, barang-barange wong Golan Karo Mirah ora bisa diwor dadi siji. Kaping papat, Wong Golan ora oleh gawe iyup-iyup saka kawul. Kaping limone, wong Mirah ora oleh nandur, nyimpen lan gawe panganan soko dele.
Semenjak kehilangan putra kesayangannya Ki Honggolono  banyak merenung. Walaupun banyak harta melimpah ternyata tidak membuat hidupnya tenang dan tidak mendapatkan ketenangan batin. Akhirnya Ki Honggolono insyaf dan taubat atas semua perbuatannya dan mulai belajar syariat Islam. Demikian juga yang dilakukan Ki ageng Mirah, karena peristiwa tersebut beliau kemudian berguru ke seorang Kiyai.

Monggo Dipun Waos......